“ Broken Angel”
“Terimakasih telah membuat aku jatuh cinta. Terimakasih
telah membuatku menjadi seseorang yang cukup berarti, terimakasih senyum dan
tawa yang kau berikan, dan terimakasih sempat menjadi miliku...”
***
Angin bergemuruh kencang. Aku berada
diantara keramaian dan kebisingan ini bersama teman-temanku. Aku beranjak
keluar dan mendapati seseorang dari bawah memanggil namaku. Aku tersenyum dan
bergegas mendatanginya. Dia tersenyum padaku saat melihatku. Senyum yang indah,
pikiranku berkata. Kami sedikit berbincang dan disaat itu salah seorang
temannya memanggil namanya. Dia melambaikan tangannya, kemudian kembali
melihatku.
“aku pergi dulu, mereka sepertinya
sudah tidak sabar ingin cepat-cepat pergi” katanya.
“ya baiklah, hati-hati” kataku
sambil tersenyum.
“umh, lain waktu kita lanjutkan
pembicaraan kita tadi. Oke. Aku mencintaimu..” katanya sambil mengacak-ngacak
rambutku. Kemudian dia berlari pergi ke tempat teman-temannya. Aku terus
melihat sosoknya dari kejauhan sampai sosok itu menghilang. Aku kembali tersenyum
mengingat saat-saat bersamanya tadi. Aku ingin bersamanya lagi.
***
PING!!!PING!!!..
Aku terbangun dari tidurku, mencoba
mencari benda yang sedari tadi berbunyi mengusik tidur nyenyakku. Aku mengambil
benda itu yang terselip disekitar kasurku. Aku sedikit membuka mata, melihat
apa yang terjadi. Dan...
“Selamat Pagi.. aku mencintaimu..”
kata-kata itu langsung membuat mataku terbuka lebar. Senyum dibibirku pun
mengembang seketika. Itu ucapan selamat pagi darinya. Aku segera membalas pesan
darinya. Pikiranku langsung mengingat kenangan-kenangan saat aku pertama kali
bertemu dengannya. Saat itu aku langsung terhipnotis oleh senyum manisnya. Dan
sampai saat ini aku belum sadar dari hipnotis itu. Aku menikmatinya.
***
Hari-hari yang menyenangkan aku
lewati bersamanya. Aku sangat bahagia saat itu. Sampai akhirnya aku menyadari
satu hal. Ada yang berbeda darinya, aku merasa dia memaksakan dirinya untuk
bersamaku. Aku bisa merasakan itu dari senyum di wajahnya. Senyum yang
dibuat-buat. Entah mengapa aku sering mendapatinya duduk merenung, memikirkan
sesuatu. Pikiran burukku langsung memikirkan tentang orang yang ada dimasa
lalunya. Orang yang dia rindukan menurutku.
***
Siang itu aku mendapatinya duduk
merenung lagi. Aku menarik nafasku, aku tidak tahan lagi dengan situasi ini.
aku menghampirinya, mencoba bersikap senormal mungkin.
“hei” kataku duduk disampingnya.
Tapi dia tidak menjawabku, aku menepuk bahunya dan seketika itu dia sadar. Dan terkejut
melihat keberadaanku. Aku memandangi wajahnya. Dan seketika berkata “kau
merindukannya?”. Kalimat bodoh itu keluar dari mulutku. Dia hanya diam, aku
benci situasi ini. sungguh.
Aku terpaku diam setelah
mengeluarkan kalimat itu, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagiku.
“maafkan aku, aku masih
mengingatnya. Ingatan ini tidak mau hilang dipikiranku. Aku mencoba
melupakannya. Tapi.......”
“kejarlah...” kataku tiba-tiba. Aku
menggepalkan kedua tanganku. Aku mengeluarkan kata-kata bodoh lagi. Aku
beranjak dari tempat dudukku, mencoba pergi menghindarinya. Namun dia
menarikku. Aku mencoba memalingkan wajahku, aku tak ingin dia melihat wajahku
saat ini. ini memalukan.
“aku tidak akan kembali padanya.
Tidak ada dipikiranku untuk mencoba kembali padanya. Lihat aku, aku milikmu kau
tahu..” katanya sambil menggenggam tanganku.
Aku mencoba memalingkan wajahku,
mencoba tersenyum. Tuhan, aku mencintainya, tapi ini menyakitkan.
“kau milikku, aku tahu itu. Aku
memiliki ragamu tapi aku tak miliki hatimu. Apa lagi yang harus aku lakukan
agar aku dapat miliki hatimu. Semua usahaku sia-sia..” seketika aku berteriak
dihadapannya. Aku tidak tahan lagi dengan perasaan ini.
“kau tidak harus melakukan apapun.
Aku yang salah. Aku yang bodoh, aku yang terlalu lama terjebak dalam masa lalu.
Dan tak bisa keluar karnanya..” dia mencoba menjelaskan semuanya. Jujur, aku
tidak bisa menerima alasan apapun darinya.
Aku seperti orang bodoh yang dengan
mudahnya di permainkan. Aku menarik nafasku dan memandangnya sekali lagi.
“kejarlah.. dapatkan dia.. dan
jangan lepaskan lagi..” kataku, dan pergi meninggalkannya.
Entah apa yang dipikiranku saat itu,
aku benci dengan pikiran dan perasaan bodoh ini. mungkin bodoh bila aku
menangisi sesuatu yang telah menyakitiku. Tapi hal itu tidak bisa ku cegah, aku
menangis. Tuhan, skenariomu ini sangat menyakitkanku. Aku tidak bisa bermain
lagi. Aku menyerah...
***
“Skenario 17”