Senin, 05 Mei 2014

Broken Angel



“ Broken Angel”

“Terimakasih telah membuat aku jatuh cinta. Terimakasih telah membuatku menjadi seseorang yang cukup berarti, terimakasih senyum dan tawa yang kau berikan, dan terimakasih sempat menjadi miliku...”
***
            Angin bergemuruh kencang. Aku berada diantara keramaian dan kebisingan ini bersama teman-temanku. Aku beranjak keluar dan mendapati seseorang dari bawah memanggil namaku. Aku tersenyum dan bergegas mendatanginya. Dia tersenyum padaku saat melihatku. Senyum yang indah, pikiranku berkata. Kami sedikit berbincang dan disaat itu salah seorang temannya memanggil namanya. Dia melambaikan tangannya, kemudian kembali melihatku.
            “aku pergi dulu, mereka sepertinya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat pergi” katanya.
            “ya baiklah, hati-hati” kataku sambil tersenyum.
            “umh, lain waktu kita lanjutkan pembicaraan kita tadi. Oke. Aku mencintaimu..” katanya sambil mengacak-ngacak rambutku. Kemudian dia berlari pergi ke tempat teman-temannya. Aku terus melihat sosoknya dari kejauhan sampai sosok itu menghilang. Aku kembali tersenyum mengingat saat-saat bersamanya tadi. Aku ingin bersamanya lagi.
***
            PING!!!PING!!!..
            Aku terbangun dari tidurku, mencoba mencari benda yang sedari tadi berbunyi mengusik tidur nyenyakku. Aku mengambil benda itu yang terselip disekitar kasurku. Aku sedikit membuka mata, melihat apa yang terjadi. Dan...
            “Selamat Pagi.. aku mencintaimu..” kata-kata itu langsung membuat mataku terbuka lebar. Senyum dibibirku pun mengembang seketika. Itu ucapan selamat pagi darinya. Aku segera membalas pesan darinya. Pikiranku langsung mengingat kenangan-kenangan saat aku pertama kali bertemu dengannya. Saat itu aku langsung terhipnotis oleh senyum manisnya. Dan sampai saat ini aku belum sadar dari hipnotis itu. Aku menikmatinya.
***
            Hari-hari yang menyenangkan aku lewati bersamanya. Aku sangat bahagia saat itu. Sampai akhirnya aku menyadari satu hal. Ada yang berbeda darinya, aku merasa dia memaksakan dirinya untuk bersamaku. Aku bisa merasakan itu dari senyum di wajahnya. Senyum yang dibuat-buat. Entah mengapa aku sering mendapatinya duduk merenung, memikirkan sesuatu. Pikiran burukku langsung memikirkan tentang orang yang ada dimasa lalunya. Orang yang dia rindukan menurutku.
***
            Siang itu aku mendapatinya duduk merenung lagi. Aku menarik nafasku, aku tidak tahan lagi dengan situasi ini. aku menghampirinya, mencoba bersikap senormal mungkin.
            “hei” kataku duduk disampingnya. Tapi dia tidak menjawabku, aku menepuk bahunya dan seketika itu dia sadar. Dan terkejut melihat keberadaanku. Aku memandangi wajahnya. Dan seketika berkata “kau merindukannya?”. Kalimat bodoh itu keluar dari mulutku. Dia hanya diam, aku benci situasi ini. sungguh.
            Aku terpaku diam setelah mengeluarkan kalimat itu, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagiku.
            “maafkan aku, aku masih mengingatnya. Ingatan ini tidak mau hilang dipikiranku. Aku mencoba melupakannya. Tapi.......”
            “kejarlah...” kataku tiba-tiba. Aku menggepalkan kedua tanganku. Aku mengeluarkan kata-kata bodoh lagi. Aku beranjak dari tempat dudukku, mencoba pergi menghindarinya. Namun dia menarikku. Aku mencoba memalingkan wajahku, aku tak ingin dia melihat wajahku saat ini. ini memalukan.
            “aku tidak akan kembali padanya. Tidak ada dipikiranku untuk mencoba kembali padanya. Lihat aku, aku milikmu kau tahu..” katanya sambil menggenggam tanganku.
            Aku mencoba memalingkan wajahku, mencoba tersenyum. Tuhan, aku mencintainya, tapi ini menyakitkan.
            “kau milikku, aku tahu itu. Aku memiliki ragamu tapi aku tak miliki hatimu. Apa lagi yang harus aku lakukan agar aku dapat miliki hatimu. Semua usahaku sia-sia..” seketika aku berteriak dihadapannya. Aku tidak tahan lagi dengan perasaan ini.
            “kau tidak harus melakukan apapun. Aku yang salah. Aku yang bodoh, aku yang terlalu lama terjebak dalam masa lalu. Dan tak bisa keluar karnanya..” dia mencoba menjelaskan semuanya. Jujur, aku tidak bisa menerima alasan apapun darinya.
            Aku seperti orang bodoh yang dengan mudahnya di permainkan. Aku menarik nafasku dan memandangnya sekali lagi.
            “kejarlah.. dapatkan dia.. dan jangan lepaskan lagi..” kataku, dan pergi meninggalkannya.
            Entah apa yang dipikiranku saat itu, aku benci dengan pikiran dan perasaan bodoh ini. mungkin bodoh bila aku menangisi sesuatu yang telah menyakitiku. Tapi hal itu tidak bisa ku cegah, aku menangis. Tuhan, skenariomu ini sangat menyakitkanku. Aku tidak bisa bermain lagi. Aku menyerah...
***
“Skenario 17”