Senin, 21 November 2016

Perkara kembali

"Bagaimana perkara kembali?" ucap samarku  dalam hati.

Kopi sudah menjadi bagian dari hidupku beberapa hari terakhir. Bukan untuk menahan mataku akan kantuk. Tapi tentang mengartikan filosofi kopi dalam hidup.
Akhir-akhir ini langit seperti warna abu-abu dengan haru yang kerap menjadi tanda hujan akan turun, dan benar hujan turun. sekarang.
Aku mengesap kopiku sembari menatap kearah jendela dari dalam cafe. Aku meletakan kopi yang masih hangat itu dimeja.
Lalu tatapanku masih kembali pada jendela cafe yang mulai terguyur hujan. Aku melihat beberapa orang berteduh di beberapa ruko diseberang sana.
mereka memandangi langit berharap hujan segera berhenti. Tapi aku malah sebaliknya, aku masih ingin menikmati hujan. Aku memeriksa ponselku, tidak ada pesan batinku.
Apa aku mulai duluan saja, atau membiarkannya yang mencariku. tapi sekarang hujan, dan mungkin ini bisa jadi alasan agar kami bisa bercengkrama.
Ah tidak, ucapku pada diri sendiri sambil meletakkan ponselku keatas meja. Aku tak ingin meminta lagi ujarku.

aku ingat betul kemarin malam, bingung menghantuiku bersamaan dengan rindu. tentang lalu yang kadang hilang lalu datang.
aku mencoba menghubungi seseorang yang kerap aku sebut lalu sekarang. Dia adalah bagian dari rinduku yang tak unjung usai.
aku kalah, aku menelponnya. Mendengarkan nada "tuut..tuuut.." sembari melihat text "memanggil". Gila!! aku benar-benar rindu sekarang, padahal ini tidak berhak.
"menghubungkan" text yang membuat jantungku menari seraya berkata "aku harus apa?!!".
"Halo, Assalammualaikum" ujar orang diseberang.
"Waalaikumsalam"
"kenapa?"
"Gak apa-apa" BEGO!! aku berucap seakan tidak ada apa-apa padahal bukan itu, ah bodoh.
aku dan dia diam. mungkin dengan perasaan dan pikiran masing-masing.
"lo lagi apa? kabarnya gimana?" Ucapku akhirnya mencoba membuka suara, toh aku yang memulai dengan pembicaraan ini.
"gue lagi tiduran, capek habis pulang dari kampus. lo lagi apa?" katanya sambil menghela nafas.
"gue lagi rindu lo, becanda deng" ucapku mencoba membuat suasana sedikit lebih lucu, padahal itu yang sedari tadi ingin aku katakan. rindu.
"Ahahhahah makasih" dia hanya tertawa, tertawa terpaksa menurutku.
"lo gak rindu gue?"
dia diam sesaat, dan aku seakan mengutuk diriku sendiri berkata seperti itu.
"Rindu" akhirnya.
Senyumku otomatis mengembang, ah begini rasa perasaan terbalaskan pikirku.
"tuh kan lo juga rindu gue" kataku.
"iya haha" katanya.
Aku dan dia diam lagi. Sumpah aku tidak tahan dengan situasi dingin seperti ini.
"I love you" kataku pelan. aku memejamkan mataku. semoga saja dia tidak dengar.
Hening beberapa saat, mungkin benar dia tidak dengar batinku.
"i love you too"
Kalimat itu membuat sebagian tubuhku menjerit. Seakan luka yang manis.
Aku tersenyum samar. entah bahagia atau sedih secara bersamaan.
"Gue pengen lo, gue pengen kita kayak dulu," ucapku pelan lagi. Ah pengecut, lagi-lagi aku berharap ia tidak dengar.
"gimana?"
"gue pengen balikan!" ucapku setengah sadar, mungkin aku sudah tidak bisa mengunci mulutku untuk bilang ini.
Dia cuma diam. Dia menghela nafas, aku dengar itu.
"nggak"
Aku diam. Seharusnya aku tidak bilang ini Tuhan. Seraya itu hujan turun bersama petir.
"Aght!" Ucapku tersentak ketika petir seakan menyambar dari luar.
"Kenapa?" Katanya, dari suaranya kurasa dia khawatir.
"Hujan, petir" Kataku dengan nada takut. sebenarnya aku tidak takut sama sekali. tapi entah kenapa aku seakan berpura-pura menakuti sesuatu yang tidak aku takuti.
"Ada gue" Katanya.
Aku diam, seakan dia disini. Suaranya bagai pelukan hangat sungguh.
"Gue boleh nelpon lo gak kalau hujan turun. gue takut" ucapku. Ah masa bodoh dengan kebohongan tentang ketakutan.
"Iya," Katanya lembut.
Malam itu seakan aku mendapat hadiah dari langit. Hujan tidak selamanya tentang tangisan, dan sekarang hujan menjadi alasan untuk kedekatan.

Dan sekarang hujan turun. Aku memandangi ponselku yang tergeletak di meja. Langit memberikan aku kesempatan untuk bercengkrama lagi dengan alasannya.
Masa bodoh!!
Perkara kembali atau tidak, aku tidak tahu takdir Tuhan.
Yang aku tahu sekarang aku rindu.

"Hallo"
"Hujan"
"Iya"

Kamis, 28 Juli 2016

Bait: Lae dan air mata bahagianya

"Kamu mau bawa aku kemana Al?" Kata Lae sambil tersenyum kearah Alta.
"Kamu juga bakalan tau nanti." Kata Alta membalas senyum Lae.
"Kok jadi rahasia-rahasiaan gini sih." Kata Lae bingung.
"Sabar ya, kamu percayakan sama aku?" Kata Alta sambil mengusap kepala Lae.
Lae hanya mengangguk mengiyakan. Senyum mengembang di ukir dipipinya. Dia percaya dengan laki-laki yang sekarang berada disampingnya.
Lae dan Alta sampai di pantai. Mata Lae tertutup dengan syal yang di bawa oleh Alta sebelumnya.
"Apaan sih. Ini kenapa mata aku ditutup." Kata Lae.
"Bentar lagi nyampe." Kata Alta sambil menggandeng tangan Lae. "Kita udah nyampe, bentar ya aku buka dulu ikatannya."
Lae hanya mengangguk mengiyakan. Setelah matanya terbuka dia melihat teman-temannya dan Asta berada dihadapannya sambil memegangi spanduk bertuliskan Lae aku sayang kamu. Lae melirik ke arah Alta, dia masih bertanya-tanya.
"Ini ada apaan?" Kata Lae bingung.
"Kamu mau jadi pacar aku?" Kata Alta sambil memberikan bunga ke Lae.
"Terima Lae!" Kata Asta berteriak.
"Lae, Aku sayang kamu." kata Alta sambil menggenggam tangan Lae.
Air mata Lae menetes "Iya" ucapnya samar.
Alta tersenyum kemudian memeluk Lae. Itu adalah hari dimana Lae sangat jatuh kedalam hidup Alta.
Lae memegangi fotonya saat itu, yang kini hanya masa yang tak ingin dia lihat namun tak bisa terlupakan. Lae ingin berhenti mengingat semua masa itu. Namun hatinya terus berontak memaksa kenangan itu muncul lagi.

Bait: Mendung

Alta menaruh bunga Daisy di depan pintu rumah Lae. Dia masih ingat ketika wanita itu memeluknya ketika ia membawakan bungan Daisy kesukaannya. Wanita itu yang kini menjadi seseorang yang menghantui hatinya. Bukan salah wanita itu batinnya, namun salah dirinya dimasa lalu.
Ketika Alta hendak beranjak pergi, seorang laki-laki berdiri tepat dihadapannya sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Lo ngapain lagi kesini?" Bentak Asta.
"Gue kesini cuma mau ngasih ini sama Lae." Kata Alta sambil menunjukkan bunga yang ia bawa.
"Buat apa? lo tuh perusak. Buat apa lagi lo datang kekehidupan Lae. Lo mau nyakitin dia lagi?" kata Asta semakin geram.
"Gue gak ada maksud buat ngerusak Lae lagi. Oke gue akuin gue salah dulu. tapi lo tau kan gue akan tebus semua kesalahan itu." Kata Alta.
"Anjing!! mau lo itu apa? gue gak akan biarin adik gue ketemu lo apalagi berurusan sama orang kayak lo!" Kata Asta sambil menarik kerah baju Alta.
"Oke gue salah! tapi lo gak berhak buat ngelarang gue untuk deket sama Lae ta." Kata Alta.
"Woi! lo gak tau diri atau gimana. Lae itu udah bahagia sekarang. Bahagia tanpa lo. dia gak butuh lo. Dia gak butuh Anjing kayak lo!!" Kata Asta sambil memukul Alta.
"Ta, dengerin penjelasan gue dulu!" Kata Alta berusaha bangkit setelah terjatuh akibat pukulan Asta.
"Gak ada yang perlu lo jelasin. Pergi lo atau gue bunuh lo disini sekarang!!!" Kata Alta, amarahnya semakin menjadi-jadi sekarang.
"Oke gue pergi. Tapi lo gak berhak larang gue deket sama Lae!!!!!" Kata Alta beranjak pergi meninggalkan rumah Lae.
"Bangsat lo!!!" Kata Asta sambil berteriak.
Dia tidak pernah terima dengan kenangan masa lalu yang dibuat Alta untuk Lae  Dia akan selalu mengingat kisah tak menyenangkan itu. Tangis yang selalu Lae keluarkan dengan rokok ditangannya. Adik kecilnya yang periang berubah menjadi seseorang yang brnci akan hidupnya sendiri. Dia juga ingat kejadian di bar, yang membuatnya ikut frustasi melihat tingkah adiknya. Asta tau betul sikap Lae, dia selalu tulus mencintai seseorang sampai menyakiti hatinya sendiri. Lae langitmu begitu mendung sekarang.

Bait: "Awal Mati Rasa Kaia"

"Aku sayang sama kamu, tapi kenapa kamu mau ninggalin aku?" Kata Kaia dengan mata nanar yang sedari tadi menahan tangis yang hampir pecah.
"Kita udah gak cocok. Toh aku juga udah di jodohin orangtua aku. kita gak akan bisa sama-sama." Kata laki-laki yang kini berada tepat dihadapan Kaia.
"Tapi kamu udah janji sama aku. kita bakalan terus sama-sama." kata Kaia memegangi tangan laki-laki itu.
"Udah lah, lupain aja janji-janji itu. Aku gak bisa sama-sama kamu." Kata laki-laki itu sambil melepaskan tangannya dari genggaman Kaia.
"Rei!!!" Kata Kaia sambil berteriak sembari melihat laki-laki yang disayanginya pergi.
Rei adalah laki-laki yang selalu ada disaat terpuruk Kaia dengan hidupnya yang dia anggap tinggal sebentar lagi. Hanya Rei yang mampu menyembuhkan segala sepi dan keterpurukannya. Rei adalah satu-satunya ucap batin Kaia. Kaia menangis sejadi-jadinya ditengah riuh pikuk cafe yang menjadi saksi berakhirnya kisahnya. Yang menjadi saksi dimana Kaia mati akan rasa.

Rabu, 27 Juli 2016

Bait: Luka Kaia

"Kai, lo kenapa?" kata Asta sambil memegangi kening Kaia.
"Gue gak apa-apa." kata Kaia sambil tersenyum.
"Obat lo mana?" Kata Asta sambil menggeledah tas Kaia.
"Udah gue buang ta." Kata Kaia.
"Lo gila? itu obat penting banget buat lo Kai!" kata Asta.
"Gue capek ta, buat apa juga gue hidup." kata Kaia seraya air mata menetes dari matanya.
"Kai, jangan bilang lo kayak gini gara-gara laki-laki brengsek itu." kata Asta mulai geram.
"Ta, gue harus apa? gue gak bisa." Kata Kaia dengan mata nanar.
"Kai lo ngapain sih masih ngingat laki-laki brengsek itu!" Kata Asta.
"Lo gak tau perasaan gue, lo gak tau hati gue Ta" kata Kaia.
"Dia itu gak pantas buat lo!" Kata Asta.
"Lo gak tau siapa yang hati gue anggap pantas! lo gak tau ta!!" kata Kaia sambil bangkit dari kursinya. Namun tenaganya tak mampu menopang tubuhnya.
"Kai, lo kenapa? gue bawa kedokyer ya" kata Asta sambil menggendong Kaia. Kaia hanya mengangguk mengiyakan. Nafasnya seakan mencekiknya sekarang  Lukanya tak semakin sembuh malah sebaliknya. Parah. sampai ia hampir mati karenanya. Lukanya dalam sampai otaknya pun tak menerima logika apapun. Lalu laki-laki itu pergi untuk selamanya.

Bait: Langit merindukan bumi

Langit tak seperti biasanya hari ini. Lae masih memandang jendela berharap hujan turun deras saat ini. Dia masih tidak bisa berkutik dengan ungkapan Sunny tempo hari. Dia benci ungkapan tentang cinta. Yah, baginya cinta itu tak indah. Baginya cinta itu berakhir tragis. Dia sudah menguatkan hatinya untuk terakhir kalinya untuk berhenti merasakan hal itu.
"Langit tak sendu hari ini." Ucap Laki-laki dibelakang Lae.
"Eh Sun, lo udah dateng?" kata Lae menoleh kebelakang.
"Yoi, lo tumben pergi cepet banget." Kata Sunny.
"Yah biasa, revisian numpuk." Kata Lae sambil menunjukkan setumpuk berkas dimeja kerjanya. " Lo mau kopi?"
Sunny hanya mengangguk mengiyakan.
"Lae, gue boleh nanya sesuatu sama lo?" kata Sunny sambil menerima secangkir kopi dari Lae.
"Nanya apa?" Kata Lae.
"Kenapa lo gak jawab pertanyaan gue kemarin?" Kata Sunny.
"Gue.." Kata Lae sambil menunduk.
"Oh jadi lo udah berani ngungkapin perasaan lo?" Kata seseorang dari sudut pintu.
"Alta!" Kata Lae.
"Ngapain lo kesini?" Kata Sunny seketika menuju ke arah Alta.
"Woi santai, gue kesini mau ketemu Lae bukan mau ketemu pecundang kayak lo." Kata Alta sambil tersenyum sinis.
"Al, ikut gue." Kata Lae sambil menarik tangan Alta.
Alta dan Lae pergi keparkiran kantor. Lae masih menggenggam tangan Alta.
"Al, lo bisa gak berhenti buat nemuin gue." Kata Lae seraya melepaskan genggamannya.
"Kenapa? gue sayang sama lo. Gue mau disamping lo kayak dulu." Kata Alta.
"Dulu? Lo ingat apa yang lo lakuin dulu ke gue? Lo inget?" Kata Lae sambil berteriak. Matanya terasa panas saat ini.
"Oke, gue tau gue salah saat itu. Gue gak serius saat itu. Maafin gue, saat itu gue lagi.." Kata Alta menjelaskan.
"Apa? Alasan lo itu basi Al, gue udah terlanjur benci sama lo!!" Kata Lae sambil beranjak pergi.
"Lae, lo gak usah bohongin hati lo. Lo sayang kan sama gue." kata Alta sambil menarik tangan Lae.
"Iya Al, gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo. Tapi itu semua udah lo ancurin saat lo ancurin gue dulu. Lo tau, semuanya udah hilang Al." kata Lae, airnya matanya keluar seketika.
"Lae! Gue sayang sama lo!!" Kata Alta sambil berteriak.
"Lae hanya pergi meninggalkan Alta. Dia tidak tahan jika terus-terusan bertemu dengan masa lalunya. Dia benci, meski sampai sekarang rindunya masih tak bisa terbendung dengan kenangan saat itu.
Dia rindu, sama seperti langit merindukan bumi.

Minggu, 03 Juli 2016

Mimpi

Mata  wanita itu sekarang memandang langit-langit kamarnya. Dia bercermin pada masa yang telah terlewati. Dia tidak ingat apapun, tapi dia mengenang. Kata laki-laki itu dia tidak akan berhenti untuk mengingatnya. Wanita itu tertawa, "Aku saja sekarang lupa" katanya menyangkal pernyataan itu.
Wanita itu memejamkan matanya.
Laki-laki dengan baju kemeja duduk di disampingnya, "Sampai kapan mau berlari?" katanya sambil memegangi kepala wanita itu. Wanita itu hanya membalasnya dengan senyuman di bibirnya. Berhentilah mengikutiku, batinnya. "Aku tidak mengikutimu" Ucap laki-laki itu. "Aku pusing, aku mau keluar" Kata wanita itu beranjak dari tempat tidurnya.

Wanita itu berdiri ditepi pantai. Matanya mengikuti arus laut. Pikirannya tidak memikirkan seseorang pun. Dia cuma memikirkan dirinya sendiri kenapa dia begitu egois. Lalu seseorang memegangi pundaknya. "Kenapa sendiri? katanya takut sendirian" kata laki-laki yang kini disebelahnya sama-sama memandang laut yang kadang tak tenang.
"Kenapa juga disini?" Kata wanita itu. "Tau tidak, aku sekarang memikirkanmu" Kata laki-laki itu. "Aku tidak" balas wanita itu.

Wanita itu tengah tenggelam, tapi ia tidak mati. Benar, ia bernafas. Ini bukan lautan yang sama ucapnya dalam hati. Aku dimana? teriaknya tak bersuara. Dia tak terhempas seperti waktu dulu dia tenggelam. "Ahahaha aku tenggelam lagi" Kata wanita itu. Tapi kali ini lautku tak memaksaku tenggelam terlalu jauh. Mungkin laut ini laki-laki tadi. Sejak kapan aku berada di zona ini. Aku sudah berhenti untuk bermain air, tapi aku tetap tenggelam. Ah menyebalkan seperti sebelumnya.

Wanita itu bangun, "Duniaku tak mesti harus dihempaskan lautan. Mereka yang seharusnya aku taklukan. Bukan aku yang ditaklukkan". Hari sudah hampir pagi sekarang. Tidurnya nyenyak.