Sabtu, 13 Desember 2014

Bait: Berhenti mencandu

Lae pulang kerumah dengan wajah lemah. Ia seakan tak bisa bergerak. Hanya tangis yang ingin ia teriakkan sekarang. Lae tak perhatikan sekitar. Dia bahkan tak peduli dengan keberadaan Asta yang sedari tadi memperhatikannya. Lae terus melangkah menuju kamarnya.
Ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Memandangi langit-langit kamar membuat Lae ingat pertemuan tadi.
"Seandainya aku tak bertemu denganmu waktu itu, andai aku tak pernah punya rasa padamu, andai aku tak memilikimu, andai aku tak berjuang sepenuhnya untukmu, andai aku tak menangis karenamu,aku tak akan membencimu seperti ini .."
Kata Lae. Air mata jatuh saat itu. Dia terlalu rapuh sekarang. Masih mencinta namun ia membenci orang yang dia cinta. Terpaksa begitu. Karena hatinya terlalu banyak miliki luķa.
Lae melihat ponselnya. Ada satu pesan masuk. Alta.
"Lo emang benci gue. Tapi lo gak bisa bohongun hati lo. Gue gak bakalan pergi walaupun lo suruh pergi." 
Pesan itu membuat tangis Lae pecah. Jangan hadir jangan tinggal. Berontak Lae. Hatinya tak akan bisa terima keadaan yang sulit ini. Dia memang mencandunya namun ia mencoba berenti sekarang. Ya sedang.

Rabu, 10 Desember 2014

Bait: Pengecut rasa

Kaia mengunjungi sahabat lamanya Sunny. Seseorang yang menurut Kaia penakut dalam cinta. Sunny adalah sahabat Kaia sejak kecil. Dia tau segala tentang Sunny termasuk masalah batin yang mencinta di hati Sunny Kaia tau. 
Kaia masuk kerumah dengan banyak pahatan patung kayu. Ya, Sunny memang penggila dengan hal berbabau seperti ini. Kaia menelusuri rumah menuju taman belakang. Dia meluhat seorang laki-laki sedang duduk menikmati secangkir teh. Kaia menghampiri laki-laki itu.
"Lagi mikirin cinta pertama?" Kata Kaia menepuk pundak Sunny.
"Astaga, lo ngagetin tau. Kalo dateng bilang-bilang dong.." kata Sunny.
"Ah males. Ini kan rumah gue juga."kata Kaia sambil duduk dihadapan Sunny.
"Sejak kapan?" Kata Sunny menyerngitkan dahi.
"Sejak lo ngasih kunci cadangan kegue." Kata Kaia.
"Balikin gak" kata Sunny.
Kaia menggelengkan kepala sambil mengejek Sunny. Mereka berdua kemudian tertawa melihat tingkah masing-mading.
"Lo mikirin apaan sih?" Kata Kaia mulai serius.
"Ntahlah Kai, gue ngerasa terlalu pengecut sampai hari ini. Tak ada ungkapan selama ini gue tunjukkin ke dia." Kata Sunny menerawang kedepan.
"Menurut gue sekarang saatnya. Lo harus bisa bikin dia cinta lo."
"Ah entahlah Kai.."

Selasa, 09 Desember 2014

Bait: Penjerit masa lalu

"Ah kau bangsat!!!" Kata wanita dengan rambut berantakkan. Dia mengambil botol minuman yang menemaninya sepanjang malam.
"Lae!" Terdengar suara laki-laki dari kejauhan. Lae tak peduli dia terus meneguk minuman dengan alkohol itu.
"Lo bego atau gimana sih. Lo ngerusak diri lo sendiri kalo lo gini terus" kata Asta sambil merampas botol dari tangan Lae.
"Woi!! Balikin gak." Kata Lae berusaha mengambil botol dari Asta.
"Lae berenti!!" Kata Asta dengan suara lantang.
"Lo yang pergi! Gue benci lo! Lo gak tau gue sangat sayang sama dia. Dan sekarang dia ninggalin gue Asta!! Ah bangsat!!" Kata Lae, air mata keluar dari mata sayu nya.
Asta langsung memeluk Lae. Dia tau Lae sangat frustasi dengan keadaannya sekarang. Dia seakan berdosa sekarang melihat wanita yang dia sayangi seperti ini. Tangis Lae pecah dipelukan Asta. Semua terlihat hening diantara hiruk pikuk bar yang terus bersorak.
Lae ingat betul kejadian itu. Ingatannya tak pernah hilangkan masa gila itu. Dia tak pernah lupa. Tangisan bahkan jeritan frustasi yang dia lakukan.
Air mata Lae turun seketika mengingat hal itu. Ia tak ingin menjerit  seperti masa lalunya itu sekarang.

Bait: Pecandu kau

Deringan bunyi yang keluar dari ponsel mengusik kesunyian malam itu. Alta melihat layar ponselnya. Sedikit tak percaya dengan apa yang dia lihat. Pesan dari Lae 
"Gue pengen ketemu lo besok. Di cafe biasa jam 9." Pesan singkat yang ditulis Lae untuk Alta.
Alta merasa senang tak terkendali. Akhirnya Lae ingin bertemu dengannya. Apa dia telah membuka hatinya pikit Alta.
--------------------------------------------------------------------
Pukul 09.00 tepat. Alta sudah tiba dicafe. Senyum ceria menyelimutinya sekarang. Seseorang dengan baju berwarna coklat menghampirinya. Dengan wajah yang tak bisa Alta tebak selama ini.
"Sorry. Dijalan macet. Lo udah nunggu lama?" Kata Lae duduk dihadapan Alta.
"Nggak, gimana keadaan lo?" Kata Alta sambil tersenyum.
"Baik. Gue minta maaf atas kelakuan Asta sama lo." Kata Lae.
"Ya gue ngerti. Dia pantes ngelakuin itu ke gue. Semua berawal dari kebodohan gue." Kata Alta sambil memandangi Lae.
"Ta, gue datang kesini pengen lo ngelakuin sesuatu." Kata Lae dengam wajah serius.
"Gue bakalan ngelakuin apapun demi lo." Kata Alta sambil mengenggam tangan Lae.
"Jauhin gue Ta, gue gak mau lo ada dihidup gue lagi. Udah Ta, gue mohon lo berhenti sekarang." Kata Lae sambil melepaskan tanfannya dari Alta.
"Lae, lo tau kan gue sangat bodoh saat itu. Dan gue sekarang bakalan tebus semua itu. Gue sayang sama lo.."kata Alta meyakinkan.
"Itu dulu Ta, sekarang biarin gue saka dunia gue." Kata Lae seraya bangkit dari kursinya.
"Lae. Gue pengen lo jujur sama gue. Lo masih sayang sa gue." Kata Alta menarik tangan Lae.
"Aku masih mencandu hal yang sama" kata Lae seraya pergi meninggalkan Alta.i
Alta terdiam dengan renungan di benaknya. Pecandu hal yang sama. Lalu kenapa kau menyuruhku pergi bodoh. 

Rabu, 03 Desember 2014

Perindu pelihat lewat suara

Laut.
Sebagian denyut nadi berdetak seirama dengan debur ombak. Mengikuti pasang surutnya laut. Seiring dengan rindu. Berdiam pada jarak yang hanya terjangkau oleh suara. Merasakan lewat denyut yang tak henti berkata aku cinta kamu.
Angin.
Berdiam pada pulau dengan arah angin yang berbeda. Bersuara lewat hembusan lembut angin. Merasa saat menyentuhmu hanya dengan deburan angin.

Aku pecandu kau. Mungkin ini sedikit gila. Aku bahkan tak bisa menyentuhmu sekarang. Namun aku benar mencandumu sekarang.
Bahkan ciuman yang hanya terasa lewat aliran magnet yang meliputi kita. Pelukan yang hanya berasal dari detakan jantung 2 perindu.
Perindu pecandu, itu yang aku lakukan untukmu.
Membayangkan aku bisa menyentuhmu sekarang. Entah kenapa tanganku seraya bisa merasakan lembut pipimu.
Terbayang lewat mimpi malam yang mereka katakan bunga tidur. Aku bisa melihatmu disana. Dan aku menangisi..
Tentang rangkulan tangan yang tak bisa dirasa, atau elusan lembut dikepala yang hanya bisa aku rasa didunia tak sadar.
Perindu..
Aku perindumu, penunggu dengan seribu tanya sekarang.
Apa kau perinduku juga?

Rabu, 26 November 2014

Bait: Hilanglah

19.00 Alta tiba dirumah dengan pekarangan yang penuh dengan bunga Daisy. Alta mengukir senyum dibibirnya. "Kau masih menyukai bunga itu" batinnya.
Alta berdiri didepan pintu. Menarik nafasnya dan mengetuk pintu. Terdengar suara serak dari dalam rumah. Seseorang membuka pintu. Seseorang itu menatap tajam ke arah Alta.
"Ngapain lo kesini?" Kata Asta dengan nada sinis.
"Gue mau ketemu Lae" kata Alta.
"Woi! Ngapain lo masih mau ketemu dia?!" Kata Asta dengan nada keras.
"Oke! Gue tau gue salah. Tapi gue bakalan tebus semuanya!" Kata Alta.
"Ah! Omong kosong. Pergi gak lo dari sini!!" Kata Asta mulai tak bisa mengendalikan emosinya.
"Gak! Gue mau nungguin dia!" Kata Alta bersikeras untuk tinggal.
"Lo mau mati ha!!!" Kata Asta langsung melayangkan pukulannya kewajah Alta.
"Asta!!" Terdengar suara seseorang yang tak ading.
"Lae lu masuk ke dalem!" Kata Asta.
"Lo yang masuk! Dan lo Al, sekarang jyga lo pulang! Jangan lagi ketumah gue!!!" Kata Lae seraya menatik tangan Asta dan membawanya kedalam rumah.
Alta menarik nafas panjang. Terlihat disudut bibitnya mengrluarkan darah. "Ah shit!!!" Ucapnya.
"Udah lah berenti lo gangguin hidup mereka" kata Sunny yanf sedari tadi melihat kejadian itu.
"Lo gak usah ikut campur deh! Seenggaknya gue gak pengecut kayak lo!" Kata Asta berlalu meninggalkan sunny.
Sunny terdiam mendengar perkataan Alta. Apakah ia sepengecut ini? 

Selasa, 25 November 2014

Bait: Kisah luka 'Lae'

Lae memandangi foto yang ada disudut ruangan. Foto itu mengingatkannya dengan wanita yang sangat ia cintai. I miss you, batin Lae. 
Sunny menepuk pundak Lae dan memberikan segelas kopi.
"Thank" ucap Lae seraya mengambil kopi dari tangan Sunny.
"Ngeliatin apaan lo?" Kata Sunny.
"Itu foto keren" kata Lae sambil memandangi foto.
Sunny hanya diam. Ia tau apa yang di pikirkan Lae saat ini. Kisah dengan sendu setiap harinya. Sunny ingin sekali mengukir senyum di wajah Lae. Barang hanya sebentar. Namun Sunny tau merintih sekarang. Masih dengan luka yang sama. Luka parah yang menghapus senyum diharinya.
"Astaga Lae" kata Sunny dengan muka kaget.
"Apaan sih lo" kata Lae seraya melihat apa yang di lihat Sunny.
Ah pertemuan yang sangat memuakkan kata Lae dalan hati. Ia melihat Alta dari kejauhan. Lae menarik tangan Sunny membawanya pergi dari tempat ini. Mereka berdua berjalan cepat menuju mobil yang tak jauh dari tempat itu.
Mereka masuk ke mobil. Lae menghembuskan nafas. Sunny hanya tertawa melihat tingkah Lae.
"Gile lo ya. Segitunya lo ngindarin Alta" kata Sunny sambil tertawa
"Ah udah ah. Kampret tu anak" kata Lae mencoba mengatur nafasnya.
"Oke. Lo sebenarnya sayang apa nggak sih sama tu anak?" Kata Sunny
"Gue cinta dia saat ini, dan gue benci dia saat ini" kata Lae menerawang kedepan.
"Maksud lo???" Kata Sunny menyelidik.
"Hmm, kadang ada kisah yang hanya dipertemukan untuk saling saling mengenal lalu pergi dengan bekas" Kata Lae sambil menatap Sunny.
Sunny diam mendengar perkataan Lae. Ah bodoh pikirnya kenapa ia harus menanyakan hal bodoh ini. Sunny menyalakan mobilnya. Hening kembali terjadi didalamnya.

Minggu, 23 November 2014

Bait: Lae & Sunny

Lae tiba di cafe dengan wajah datar seperti biasa. Ia ingin mencoba menghilang dari seseorang yang slama ini mengusik hidupnya. Ia duduk di kursi kayu yang biasa ia tempati bersama seseorang dulu. Ah kenangan lagi ucapnya dalam hati.
Ia memesan segelas kopi hitam. Cuaca mendung dengan kopi hitam, pas sekali desahnya sambil menyerumput kopi yang masih panas.
Seseorang datang dari balik pintu, ia melirik ke arah Lae sambil tersenyum. Masih seperti biasa. Penampilan orang itu tak berubah sejak masih SMA dulu. Hanya saja wajahnya sedikit dewasa sekarang.
"Lo udah lama? Jalanan macet" kata Sunny sambil duduk dihadapan Lae.
"Nggak,gue juga baru nyampe" kata Lae sambil tersenyum.
"Eh tumben lu ngajakin gue kesini?" Kata Sunny seraya memesan kopi pada pelayan.
"Hmm sebenarnya gue mencoba ngilang" kata Lae menangkuk dagunya.
"Alta lagi?" Kata Sunny menebak siapa yang kini telah diperbincangkan.
"Yayaya, gak usah deh lu sebutin nama tu orang. Ngeh gue" kata Lae.
"Hahaha oke oke. Eh gue punya tiket pameran foto. Lu mau dateng?" Kata Sunny seraya tersenyum.
"Hm kapan?" Kata Lae.
"Ntar malem pembukaannya. Mau kagak? Gue mau ngebantuin lo ngilang dari Alta nih" kata Sunny dengan wajah sumringah.
"Oke oke, gue ikut" kata Lae menganggukkan kepalanya.
Lae merasa benar saat ini dia mengajak Sunny. Dia sangat mengerti dengan perasaannya. Sahabat yang mengerti pikirnya dalam hati.

Bait: Cerita 'Sunny'

Hari minggu memang nikmat untuk duduk diteras rumah sambil menikmati ydara pagi. Sunny memandangi langit dan taman depan rumahnya. Ia ingat betul banyak cerita ditaman ini. Cerita tentang ia dengan seorang kawan yang tak hanya di anggapnya kawan. Mungkin orang itu sudah menjadi bagian dari hidupnya selama ini.
Namun sayangnya orang itu tak menyadari hatinya. Mungkin karena ia terlalu pengecut untuk mengungkapkannya. Lewat tulisan bodoh itu ia ucapkan, namun mungkin orang itu lupa dengan pengungkapan itu.
Ah masa bodoh pikirnya. Dia hanya berusaha untuk lebih mengenal orang itu dan mengambil hatinya mulai sekarang. Tapi entah kapan ia berani mengungkap hatinya ia tak tau.
Deringan ponsel mengusik kesunyian di pagi ini. Sunny mengambil pinselnya yang ada di atas meja.
"Ada apa?" Tanyanya singkat.
"lo ada waktu? gue pengen ngajakin minum kopi siang ntar" kata seseorang diseberang sana dengan suara ringan seperti biasanya.
"Oke, nanti gue jemput kata sunny akhirnya.
"gak usah, gue nungguin lo di kafe biasa. Jam 10 teng. Awas lo telat"" kata orang itu seraya menutup telponnya.
Sunny hanya berdeham. Tersenyum kecil melihat tingkah orang itu. 
"Ah ni anak gak ada sopannya. Cih" kata Sunny. Senyum mengembang di bibirnya.

Bait: perkara cinta

Lae mengesap kopi sambil melihat bintang yang tak kunjung timbul. Malam ini gelap. Padahal ia sangat ingin bercengkrama dengan bintang.
Lamunannya malam ini hanya tentang serpihan kenangan yang kadang masih ia ingat. Mungkin ia menjadi pengingat yang baik tentang hal itu.
Suara mobil menghancurkan lamunannya. Ia tersentak dan memandangi 2 orang turun dari mobil sambil tersenyum. 
Kaia langsung memeluk Lae seperti yang biasa ia lakukan. Lae hanya membalasnya dengan senyum lebar di bibirnya. Asta hanya tersenyum pura-pura sinis menanggapinya.
"Hei, haruskah kalian bersikap mesra begitu?" Kata Asta sambil duduk  dan mengisap rokoknya.
"Lo cemburu gitu? Idih" kata Lae sambil duduk bersama Kaia.
"Haha apaan gue cemburu" kata Asta kemudian bangkit dari kursi.
"Kemana lo?" Kata Kaia.
"Mandi. Lo mau ikut?" Kata Asta bercanda.
"Kampret lo. Sono pergi, gue pengen berduaan sama Lae" kata Kaia sambil mengedipkan matanya kearah lae.
Lae hanya tertawa melihat tingkah 2 orang dihadapannya ini. Asta hanya tersenyum sinis dan pergi masuk kedalam rumah.
"So, tumben lu main kesini. Biasanya kan lu sibuk" kata Lae sambil menyerumput kopinya.
"I miss you darling" kata Kaia dengan muka memelas.
"Ah kampret. Lo ada masalah apa lagi?" Kata Lae serius.
"Mungkin saat ini gue galau. Hahaha" kata Kaia setengah tertawa.
"Aria?" Kata Lae menebak.
"That right! Ah gue pusing sama perasaan gue" kata Kaia menghela napas.
"Gue denger tu anak bakalan kawin" kata Lae.
"Iye, gue dapat undangan dari dia" 
"Aria ngasih langsung?" Kata Lae kaget.
"Menurut lo?" Kata Kaia memicingkan matanya.
"Gila anjir tu anak. Pengen gue gampar tau gak" kata Lae mulai kesal.
"Yaelah. Udahlah. Biarin aja. Gue juga udah gak lagi sama tu anak. Angin lalu lah. Percuma juga" kata Kaia akhirnya.
"Iya iya. Sok tegar lu" kata Lae.
Kaia hanya mengangkat pundaknya. Ia hanya bisa diam. Mungkin ia pura-pura tegar dihadapan Lae.
Lae hanya bisa diam dan tak ingin berkomentar banyak. Dia hanya takut Kaia akan semakin patah hati karena ucapan dan sikapnya. Ia hanya bisa mendengarkan cerita Kaia. Menjadi endengar yang baik untuk Kaia. Sebenarnya cinta seperti ini yang paling ia takutkan sampai sekarang. Sehingga ia takut bermain rasa. Mungkin ia akan lebih merasakan nyaman jika hidupnya ia habiskan untuk mencari uang. Terkadang ia malah membuang hal yang berbau cinta. Seakan takut bergulat dengan cinta. Lae menyingkirkan semua rasa. Entah sampai kapan.

Sabtu, 22 November 2014

Bait : Seluruh hidup 'Asta'


"Kai gue nebeng ya. Mobil gue di pakai sama Lae" kata Asta seraya berlari menghampiri Kaia.
"Oke. Nih bawa" kata Kaia sambil melempar kunci mobil.
Mereka berdua masuk ke mobil. Jalanan Jakarta malam ini buruk. Macet.
Diantara hiruk pikuk suara klakson mobil Kaia dan Asta masih berbicara pada kesunyian.
"Eh Ta, Lae udah pulanh kagak jam segini?" Kata Kaia membuka suara.
"Hm biasanya sih udah. Lu mau mampir?" Kata Asta melirik kearah Kaia.
"Iya, tiba-tiba gue kangen sama tu anak. Udah lama gak ketemu bahkan  jalan sama tu anak" kata Kaia seraya senyum kecil terukir dibibirnya.
"Ide bagus tu lo ngajakin tu anak jalan. Gue mumet liat dia setiap hari berkutat sama laptop. Kayak pacaran sama laptop aja tu anak" kata Asta kemudian.
"Hahaha tu anak gak berubah. Gue suka sama sikap dia yang ambisius" kata Kaia seraya menerawang kedepan.
"That right! Sejak kejadian itu dia jadi menutup diri Kai. Gue kadang kasian sama tu anak. Luarnya aja tenang. Tapi hatinya gak gitu" kata Asta.
"Ya, dan itu alasan lo buat tinggal bareng dia kan." Kata Kaia seraya melirik Asta.
"Hmmm.. lo bener. Gue berusaha bikin hidup tu anak gak kayak neraka lagi. Ya walaupun gak sepenuhnya bisa. Gue ngerasa bersalah banget ngenalin dia sama bajingan itu" kata Asta dengan nada kesal.
"Hei udahlah. Jangan balik ke masalalu" kata Kaia sambil mengusap pundak Asta.
Asta hanya tersenyum kearah Kaia. Dia mencoba tenang. Namun rasa bersalah terus menghantui Asta pada Lae. Hidup Lae mungkin tak akan sedingin ini kalau tidak karena tindakan bodohnya.
Asta hanya bisa memperbaiki sedikit dari kesalahannya dulu. Dia berjanji pada dirinya tak akan bertindak bodoh lagi. Hidupnya saat ini untuk Lae.

Bait: Perihal perkara

Malam ini hujan turun dengan deras. Alta duduk diruang tamu sambil menikmati teh. Cuaca seperti ini memang sangat cocok dihadapkan dengan segelas teh hangat. Alta mengambil album foto yang sudah mulai usang. Senyum kecil terukir di bibirnya ketika melihat foto seseorang itu. Ia ingat betul perhatian yang seseorang itu berikan kepadanya dulu. Namun dia melakukan kesalahan saat itu. Ia merasa tidak puas dan pergi meninggalkan seseorang itu begitu saja.
Rasa bersalah tak henti mengusik hidupnya hingga sekarang. Ia merasa dia adalah orang paling bodoh bahkan kejam karena membuat seseorang itu menderita. Pikiran Alta semakin kalut ketika ia berkaca pada masalalu ketika ia melihat orang itu berada dihadapannya, terbaring lemah dirumah sakit. 
Semua orang menyalahkannya. Termasuk Ibunya. Ya, ia tak bisa menyangkal tuduhan itu.
Semua tuduhan itu mengarah padanya. Dan dia adalah sosok yang patut untuk disalahkan. Ia ingat betul ketika ia mendapati orang itu terbaring lemah dikamarnya dengan botol minuman yang tumpah disampingnya.
Ia tak pernah berpikir orang itu akan frustasi hingga menyakiti dirinya sendiri.
Alta seakan mengutuk dirinya sendiri karena kesalahan itu. Ia ingin kabur dari kenyataan itu. Namun percuma, rasa bersalah terus menghantuinya. 
Alta memejamkan matanya mencoba untuk tenang walau pikirannya sangat kalut saat ini. 
"Al, sudahlah. Jangan merasa bersalah seperti ini teru" kata wanita duduk disamping Alta.
"Ma, ini semua salah Alta. Dan gimana Alta bisa tenang?" Kata Alta kemudian.
"Oke, kalo kamu ngerasa bersalah. Tebus kesalahan kamu iti. Jangan kalut seperti ini" kata wanita itu sambil memijati kepala anak semata wayangnya itu.
"Aku udah berusaha Ma, udah 3 tahun aku berusaha menebusnya. Tapi apa? Dia bahkan tak ingin melihatku" kata Alta.
"Sabar, eh kamu udah sampein pesan mama kan?" Kata wanita itu seraya bangkit dari kursi.
"Udah ma, kita liatin aja besok"
"Yaudah. Mama kekamar dulu. Kalo kamu laper, ada puding dikulkas." Kata wanita itu sambil peegi meninggalkan Alta.
Alta menyandarkan kepalanya dikursi. Perasaan bersalah ini terus sajamembuatnya gila. Entah sampai kapan batinnya.

Jumat, 21 November 2014

Bait; mati rasa 'Kaia'

Tatapan penuh duka terlihat diwajah seseorang yang sedari tadi menyibukkan dirinya dengan kertas-kertas di meja kerjanya. Asta melirik kearah orang disampingnya. Ia merasakan perasaan yang tak bisa ia deskripsikan jika berada didekat orang itu. Tatapannya yang sayu, senyum kecil yang hanya sesekali dia ukir, bahkan sendu yang lebih sering dia rasakan. Asta tau itu.
"Jangan ngeliatin gue mulu deh. Gak capek tuh mata" terdengar suara lembut dari Kaia yang melirik sedikit ke arah Asta.
"You okey?" Kata Asta penuh dengan perasaan khawatir.
"Gue baik-baik aja Ta" Kaia seraya menghentikan pekerjaannya kemudian memandang Asta.
"Tu anak ngasih lo undangan itu?" Asta mulai penasaran.
"Yap. Dan mungkin gue bakalan dateng keacara pernikahan itu. Lo mau nemenin gue?" Kaia bangkit menghampiri Asta.
"Gila lo. Gue tau perasaan lo bego" Kata Asta sambil menyerahkan beberapa dokumen ke Kaia.
"Hei, lo gak sepenuhnya tau perasaan gue. Gue tau keputusan apa yang harus gue ambil"
"Dan lo ngorbanin perasaan lo?" Asta mulai menaikkan suaranya.
Kaia kembali ke meja kerjanya. Ia hanya doam menanggapi perkataan Asta. Berpikir tentang hati bahkan perasaan. Ia terlalu lelah dengan cinta yang akhirnya tak sesuai harapan. Hari-harinya disibukkan dengan frustasi yang mengharuskannya berdiam pada gelap. 
Ia tau sendu takkan mengubah keadaan. Bahkan ia telah mati rasa karnanya.

Bait; Hiruk pikuk hujan

Langit berubah mendung siang ini. Lae memandangi jendela disamping meja kerjanya. Hujan turun sebentar lagi ucapnya dalam hati. Hari-hari ini langit selalu mendung mengingatkannya pada kenangan 6 tahun lalu. Sebuah bait puisi terselip di buku matematikanya. Bait puisi yang membuat Lae berpikir keras mencari tau artinya.
"Kau asing bagiku, namun aku begitu mengenalmu" kalimat yang menjadi teka-teki yang sampai saat ini belum ia pecahkan.
Lae merebahkan kepalanya ke meja kerjanya. Memejamkan matanya barang sebentar.
Deringan ponsel menghantuinya tiba-tiba. Lae menoleh kearah benda itu. Meliriknya dan melihat siapa, kemudian ia kembali merebahkan kepalanya.
"Lo gak jawab tu telpon? Berisik tau." Kata Sunny yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya.
"Biarin aja. Mumet gue" Lae berdeham sedikit.
"Alta?" Sunny langsung menebak siapa yang menelpon Lae saat itu.
"That right! And i dont care" Lae bangkit dan mematikan ponselnya.
Sunny hanya memandangi rekan kerjanya itu menyeduh kopi kesukaannya.
Lae kembali menatap kearah jendela. Kali ini perkiraannya benar. Hujan turun dengan deras. Dia mengusap tubuhnya.udara sangat menusuk kulit hingga tulang.
"Tuh jaket gue. Pake aja kalo lu kedinginan" kata Sunny seketika.
Lae hanya menoleh kearah Sunny sebentat. Dia masih ingin menikmati udara sedingin ini. 
"Hai sayang" suara serak itu terdengar dari balik pintu.
Lae menoleh dan perkiraannya benar Alta datang. Senyum terukir diwajah Alta namun tidak dengan Lae. Pandangannya tetap saja datar sejak perpisahan dulu dimasa ia sedang frustasi.
"Lo ngapain kesini?" Kata Lae sambil kembali ke meja kerjanya.
"Haha lo gak seneng gue kesini. Gue kangen sama lo." Alta langsung duduk dihadapan Lae.
Lae benci kedekatan ini. Alta adalah orang yang paling ingin dihindarinya. Namun ia tetap saja mengusik hidupnya. Lae hanya merasa ia sudah lelah berada dalam sendu.
"Lo pulang deh. Gue lagi sibuk sama kerjaan gue" kata Lea tanpa menoleh sedikitpun kearah Alta.
"Oh dear. Sampai kapan sih lu bakalan ngindarin gue gini?" Alta hanya menghela nafasnya.
Lae hanya menatap datar kearah Alta. Matanya seakan tak bisa diartikan apa yang ia pikirkan.
Melihat Lae yang dingin Alta tersenyum seakan tau Lea mengusirnya secara tak langsung.
"Oke gue pergi. Gue bakalan jemput lo besok, nyokap ngajakin lu makan malem." Alta bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan Lae tanpa mendengar kalimat yang keluar dari mulut Lae.
Sunny menatap kearah Lae. Lae asik dengan laptopnya. Ia tak ingin berkomentar. Komentarnya hanya akan memperburuk suasana. Dia meneguk  kopi yang sedari tadi dingin dan memgisap seputing rokok. Ah suasana  hiruk pikuk hujan pikir keduanya.

Bait; langit sendu 'Lae'

Malam semakin larut, hanya suara jangkrik yang terdengar saat ini. Lae masih dengan kehidupan malamnya. Berkutat dengan layar laptop menyelesaikan resume yang sudah mengusik kehidupannya belakangan ini.
Wajahnya sedikit pucat dengan kantung mata yang kian menjadi. Dia menarik nafas panjang. Ah tangannya sedikit kaku. Dia beranjak dari kursi. Matanya melirik kearah lemari kaca penuh foto yang membuatnya berkaca pada masa lalu. Dia melihat wanita yang dia cintai bahkan dijadikannya dunianya. Cinta yang hanya dia rasa. 
Dia berkaca pada masalalu yang penuh sendu. Tangisan, lebam dipipi bahkan dihiasi makian. Ah dia benci laki-laki dengan wajah keras yang tersenyum saat merangkulnya.
"Ah aku muak!" Setetes air mata turun dipipinya.
"Ng- lae lu masih hidup jam segini?" Terdengar suara dari balik pintu kamar.
"Lu baru balik? Gile lo ya" kata lae seraya membuka pintu.
"Lembur, bos gue lagi diluar kota jadi gue yang ngerjain tugas dia selama dia pergi" kata asta sambil mengambil seputing rokok.
"Tuh makanan dikulkas lu panasin deh. Gue mau nerusin kerjaan gue" kata lae kembali menuju ke kamarnya.
Asta hanya menggangguk mengiyakan. Dia tau lae sedang gila-gilanya berada di depan laptop. 
Lae kembali duduk dikursi. Memandangi sejenak layar yang tak henti dihadapinya setiap malam. Matanya sedikit melirik kearah lemari kaca itu. Ia ingat betul kejadian 6 tahun yang lalu saat pipinya lebam membela wanita itu. Ia ingat betul saat itu sampai-aampai ia malu datang ke sekolah karena bengkak dipinya.
Kadang mencintai tak seperti ini kan? Wanita itu bilang bahwa cinta itu bahagia. Namun kali ini cinta uang dia lihat adalah cinta yang penuh sendu. Bahkan lebih pahit dari kopi hitam yang dibuatkan wanita itu untuk laki-laki itu.
Ia takut merasakan cinta jika semenderita ini.
"Tenanglah bu, sebentar lagi. Tunggu aku" sendu dimalam ini.

Minggu, 05 Oktober 2014

Severly



“waktu itu tiba. Air mataku menetes memandangi fotomu. Otakku seakan kehabisan akal. Aku tidak bisa bernafas. Kau pergi. Namun saat hujan itu kau kembali lagi. Sekali lagi. Dan aku tak akan melepaskanmu. Dan akhirnya waktu menjadi pengikutku seketika.”
***

            Dadaku terasa sesak. Aku terus memandangi fotomu. Aku tak percaya ini terjadi kau pergi meninggalkanku untuk selamanya dan tak kembali. Aku merasa gila kehilanganmu. Seandainya aku ada disaat kejadian itu aku tidak akan membiarkan kau yang pergi.
            Aku terus-terusan berada dikamar masih dengan air mata yang tak berhenti turun saat itu. seseorang memanggil namaku dan tarus mengetuk pintu kamarku. Aku mencoba bangkit dari kursi dan membuka pintu kamar. Aku mendapati seorang wanita dengan mata sayu memperhatikanku. aku mencoba tegar dihadapannya, wanita itu memelukku. Aku tak bisa menghentikan air yang terus mengalir dimataku. Aku menangis.
            “sudahlah, ini sudah takdir. Kau jangan seperti ini. Tio tidak akan senang jika melihatmu seperti ini. Biarkan dia istirahat sekarang.” Kata wanita itu sambil memelukku.
            Aku hanya mengangguk mengiyakan apa yang dia katakan. Wanita itu benar, aku tidak mungkin terus-terusan terpuruk seperti ini. dia pasti tidak akan senang mlihatku seperti ini. aku tersenyum saat wanita itu melepaskan pelukkannya. Pelukkannya sedikit membuatku tenang. Terimakasih Ibu ucapku dalam hati.
***

            Hari ini aku pergi ke sekolah, walaupun aku merasa tidak bersemangat dan masih dalam keadaan terpuruk karenanya. Aku mencoba untuk kembali keaktifitas ku selama ini. mungkin hari-hari ku akan berbeda dari hari kemarin. Aku merindukan senyumannya.
            Matahari bersinar terik walaupun dipagi hari dan panasnya sudah terasa dikulitku. Aku mengendarai sepeda kesayanganku. Aku terus memikirkan kenangan bersama Tio. Pergi kesekolah bersama mengendarai sepeda dan terkadang kami sering balapan sepeda. Tertawa bersama saat itu. senyum diwajahnya membuatnya selalu teringat di pikiranu. Dan sekarang……. Bruuukkkk!!
            Aku dikagetkan dengan suara tabrakkan. Apa aku menabrak sesuatu pikirku. Dan aku benar, aku menabrak seseorang. Laki-laki. Aku turun dari sepedaku melihat keadaan laki-laki itu.
            “apa kau tidak apa-apa? Luka? Atau aku perlu membawamu kerumah sakit?” kataku sedikit panic.
            “hei, apa kau bisa mengendarai sepedamu itu? dasar!!” kata laki-laki itu.
            Seketika aku melihat wajah laki-laki itu. nafasku terasa sesak. Apa aku sedang bermimpi pikirku. Tanpa sadar aku memegang pipi laki-laki itu. air mataku turun tanpa sebab.
            “Tio..” kataku saat itu.
            “hei, apa yang kau lakukan.” Kata laki-laki itu langsung melepaskan tanganku dari wajahnya.
            “kau Tio bukan, ini aku. ini aku Putri. Apa aku disurga?” kataku.
            “Tio? Aku bukan Tio. Dan aku tidak tau kau siapa.” Kata laki-laki itu seraya bangkit.
            Laki-laki itu memandangiku. Aku hanya bisa diam, air mataku terus jatuh. Ini bukan mimpi kan pikirku. Dan tiba-tiba hujan turun. Laki-laki itu menarik tanganku dan membawaku ketempat teduh. Aku tidak bisa berpikir saat itu, badanku terasa lemah. Aku kembali memandangi laki-laki itu. wajah itu, senyum itu, tatapan itu. Tio apakah ini kau pikirku dalam hati. Laki-laki itu menatapku bingung.
            “hei, berhenti melihatku seperti itu. aku bukan Tio yang kau maksud itu.” kata laki-laki itu menjeaskan.
            “la-lalu siapa kau?” kataku.
            “aku Ridho. Apa kau kedinginan? Tunggu sebentar.” Kata laki-laki itu sambil melepaskan jaketnya dan memberikannya padaku.
            “terimakasih. Maafkan aku tadi sudah bertindak seperti itu. aku pikir kau… dia…” kataku seketika memalingkan wajah.
            “hmm, aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Tapi yasudahlah. Aku mau pergi dulu, aku sudah terlambat. Daahhh..” kata laki-laki itu sambil tersenyum kearahku.
            Aku hanya melambaikan tangan sambil melihat kepergian laki-laki itu. aku merasakan hal ini belum berakhir. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk bisa bertemu lakilaki itu lagi. Ya bertemu dengannya lagi.
***

            Malam itu aku memandangi jaket laki-laki itu. ridho. Apakah didunia ini ada hal yang seperti ini. seseorang bisa sangat mirip satu sama lain. Aku terus bertanya-tanya tentang itu. namun aku dikagetkan dengan suara ketukan dari pintu kamarku. Ibu ku masuk membawakan sesuatu. Ibu duduk disebelahku dan mengusap kepalaku.
            “hei, apa kau sedang sibuk sayang?” kata Ibu sambil tersenyum.
            “tidak bu, ada apa? Dan apa itu?” kataku sambil menunjuk sesuatu yang dibawa ibuku.
            “ini kotak music. Sebelum kecelakaan itu Tio memberikan ini pada Ibu. Dia berkata ini adalah hadiah untukmu. Maafkan Ibu baru memberikanmu hadiah ini sekarang.” Kata Ibuku sambil menyerahkan kotak music itu.
            Aku menerimanya, aku ingat ini adalah kotak music yang aku inginkan sewaktu pergi bersama Tio sehari sebelum kecelakaan itu. dan aku tidak menyangka dia membelikan kotak music ini sebagai hadiah untukku.
            Ibuku keluar dari kamar. Aku memandangi kotak music itu. air mataku menetes seketika. Aku masih sangat merindukannya. Seseorang yang sudah lama dihatiku dan kini dia pergi. Aku membuka kotak music itu dan mendapati sebuah surat kecil. Surat yang membuat tangisku meledak seketika. Dia menyatakan cintanya.
           
Hai, Putri. Si apel bulet...
Duh aku sedikit gugup saat menulis surat ini kau tau.  Jantungku seakan meledak saat ini. hmm, apel aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Sesuatu yang sudah lama ingin aku ungkapkan. Dan mungkin aku sedikit pengecut hanya bisa menyatakan ini lewat surat. Maafkan aku. sebenarnya aku ingin mengatakan ini tepat dihadapanmu, namun aku belum bisa mengatur detak jantungku. Hahahaa maafkan aku. aku mencintaimu. Sangat mencintaimu sejak dari kita pertama bertemu sampai saat ini. terimakasih ka uterus berada disampingku sampai saat ini. dan bisakah kau berada disampingku selamanya? Aku sangat mencintaimu..

            Aku juga mencintaimu Tio, selalu mencintaimu. Sama halnya dengan dirimu. Kenapa kau pergi setelah menyatakan ini semua. Kenapa? Ucapku dalam hati. Aku tak bisa mengatakan apapun. Hal ini terlalu menyakitkan. Dan aku hanya melampiaskannya dengan tangisan yang kian meledak.

***

            Siang itu aku pergi ke taman dekat rumahku. Taman yang biasa aku datangi bersama Tio. Aku duduk dikursi kayu sambil memandangi sekitarku. Aku merasa kesepian saat itu. aku rindu kenangan bersama Tio. Namun tiba-tiba aku dikejutkan dengan tepukan di pundakku. Aku melihat kesamping dan mendapati seorang laki-laki dihadapanku tersenyum.
            “Tio.” Kataku spontan.
            “astaga, sudah berapa kali aku katakana bahwa aku bukan Tio. Namaku Ridho.” Kata laki-laki itu sambil duduk disampingku.
            “ma-maafkan aku.” kataku seketika memalingkan wajah kedepan.
            “sebenarnya siapa Tio itu?” kata Ridho dengan wajah bingung.
            “dia seseorang yang selalu ada untukku.” Kataku menerawang.
            “lalu sekarang dia dimana?” kata Ridho.
            “dia, dia di surga.” Ucapku sambil tersenyum kecil.
            “maafkan aku, aku tidak tau.” Kata Ridho merasa tidak enak.
            Aku hanya tersenyum kecil saat itu. ya itu benar, Tio sekarang ada disurga. Dia tidak disampingku lagi pikirku.
            “hei, apa kau mau melihat-lihat taman ini bersamaku?” kataRidho tiba-tiba.
            Aku melihat kearahnya sedikit bingung. Kemudian dia tersenyum padaku. Dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakannya.
***

            Aku dan Ridho pergi berkeliling taman, awalnya sedikit canggung. Namun Ridho dapat membuat suasana menjadi menyenangkan. Dia menceritakan banyak lelucon yang membuatku tertawa. Membuatku lupa akan kesedihanku. Terimakasih pikirku. Saat berjalan-jalan ada seseorang yang menabrakku dan aku hampir jatuh karenanya. Saat itu Ridho menggenggam tanganku. Melihatnya bertindak seperti ini membuat perasaanku tak karuan. Kenapa ini? jantungku seakan berdetak hebat saat itu.
            “t-terimakasih.” Kataku sedikit canggung.
            “makanya hati-hati. Kalau jatuh bagaimana?untung saja sang penyelamat ada disampingmu hahaha” kata Ridho sambil tertawa.
            “hahaha kau mulai narsis.” Kataku sambil tertawa.
            Kami pun melanjutkan berkeliling taman. Jam menunjukkan pukul 5 sore, Ridho mengantarku pulang. Aku menyuruhnya mampir namun dia tidak mau. Dia buru-buru pulang karena suatu hal. Aku sangat senang hari itu bersama Ridho.
***

            Hari-hari berikutnya aku sering pergi bersama Ridho. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Hari-hariku terasa menyenangkan, tidak ada sedih dan terpuruk lagi. Kehadirannya mampu membuat hidupku bahagia. Aku sangat senang, sangat senang. Terimakasih..
 ***

            Malam itu sepulang dari toko buku Ridho mengantarku pulang. Diperjalanan dia menggenggam tanganku, aku merasa hangat saat itu. namun tiba-tiba kami melewati jalan dimana kecelakaan Tio terjadi. Aku melihat jalan itu. membuatku sedikit takut, aku tidak ingin hal itu terjadi lagi. Aku melihat kearah Ridho. Dia juga menatapku, senyum manisnya terus mengukir dibibirnya.
            “Put, aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Kata Ridho kemudian menggenggam kedua tanganku.
            “apa?” kataku sambil melihatnya.
            “aku mencintaimu, aku ingin kita lebih dari seorang teman. Apakah kau punya rasa yang sama denganku?” kata Ridho saat itu.
            “s-sebenarnya aku juga mencintaimu. Kau membuat dunia ku kembali berwarna saat aku terpuruk. Aku sangat berterima kasih padamu. Dan aku mohon jangan pergi dariku.” Kataku sambil tersenyum kearah Ridho.
            “aku selalu ada didekatmu. Tenanglah..” kata Ridho sambil memelukku. Mataku sedikit berkaca-kaca saat itu.
            Ridho melepaskan pelukkannya, dan berkata “tunggu sebentar, aku ingin pergi membelikanmu sesuatu. Tunggu disini.” Dan dia berjalan kesebarang jalan. Aku mengingat kejadian dimana kecelakaan itu terjadi. Saat itu Tio ingin menyeberang di jalan ini, dan ada sebuah mobil yang menabraknya. Otakku semakin kalut saat itu. aku mencoba mencegah Ridho namun dia tetap berjalan menuju keseberang jalan. Firasat ku buruk saat itu. saat Ridho menyebrang aku melihat sebuah mobil melaju menuju dirinya. Aku berlari kearah Ridho dan mendorongnya. Dan akhirnya BRUUUUUUUUUKKKK!!!
            Tatapanku kabur, aku tak bisa mendengar apapun. Ridho seperti berteriak kearahku. Aku hanya tersenyum kearahnya. Aku melakukan hal yang benar bukan…..

Senin, 05 Mei 2014

Broken Angel



“ Broken Angel”

“Terimakasih telah membuat aku jatuh cinta. Terimakasih telah membuatku menjadi seseorang yang cukup berarti, terimakasih senyum dan tawa yang kau berikan, dan terimakasih sempat menjadi miliku...”
***
            Angin bergemuruh kencang. Aku berada diantara keramaian dan kebisingan ini bersama teman-temanku. Aku beranjak keluar dan mendapati seseorang dari bawah memanggil namaku. Aku tersenyum dan bergegas mendatanginya. Dia tersenyum padaku saat melihatku. Senyum yang indah, pikiranku berkata. Kami sedikit berbincang dan disaat itu salah seorang temannya memanggil namanya. Dia melambaikan tangannya, kemudian kembali melihatku.
            “aku pergi dulu, mereka sepertinya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat pergi” katanya.
            “ya baiklah, hati-hati” kataku sambil tersenyum.
            “umh, lain waktu kita lanjutkan pembicaraan kita tadi. Oke. Aku mencintaimu..” katanya sambil mengacak-ngacak rambutku. Kemudian dia berlari pergi ke tempat teman-temannya. Aku terus melihat sosoknya dari kejauhan sampai sosok itu menghilang. Aku kembali tersenyum mengingat saat-saat bersamanya tadi. Aku ingin bersamanya lagi.
***
            PING!!!PING!!!..
            Aku terbangun dari tidurku, mencoba mencari benda yang sedari tadi berbunyi mengusik tidur nyenyakku. Aku mengambil benda itu yang terselip disekitar kasurku. Aku sedikit membuka mata, melihat apa yang terjadi. Dan...
            “Selamat Pagi.. aku mencintaimu..” kata-kata itu langsung membuat mataku terbuka lebar. Senyum dibibirku pun mengembang seketika. Itu ucapan selamat pagi darinya. Aku segera membalas pesan darinya. Pikiranku langsung mengingat kenangan-kenangan saat aku pertama kali bertemu dengannya. Saat itu aku langsung terhipnotis oleh senyum manisnya. Dan sampai saat ini aku belum sadar dari hipnotis itu. Aku menikmatinya.
***
            Hari-hari yang menyenangkan aku lewati bersamanya. Aku sangat bahagia saat itu. Sampai akhirnya aku menyadari satu hal. Ada yang berbeda darinya, aku merasa dia memaksakan dirinya untuk bersamaku. Aku bisa merasakan itu dari senyum di wajahnya. Senyum yang dibuat-buat. Entah mengapa aku sering mendapatinya duduk merenung, memikirkan sesuatu. Pikiran burukku langsung memikirkan tentang orang yang ada dimasa lalunya. Orang yang dia rindukan menurutku.
***
            Siang itu aku mendapatinya duduk merenung lagi. Aku menarik nafasku, aku tidak tahan lagi dengan situasi ini. aku menghampirinya, mencoba bersikap senormal mungkin.
            “hei” kataku duduk disampingnya. Tapi dia tidak menjawabku, aku menepuk bahunya dan seketika itu dia sadar. Dan terkejut melihat keberadaanku. Aku memandangi wajahnya. Dan seketika berkata “kau merindukannya?”. Kalimat bodoh itu keluar dari mulutku. Dia hanya diam, aku benci situasi ini. sungguh.
            Aku terpaku diam setelah mengeluarkan kalimat itu, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagiku.
            “maafkan aku, aku masih mengingatnya. Ingatan ini tidak mau hilang dipikiranku. Aku mencoba melupakannya. Tapi.......”
            “kejarlah...” kataku tiba-tiba. Aku menggepalkan kedua tanganku. Aku mengeluarkan kata-kata bodoh lagi. Aku beranjak dari tempat dudukku, mencoba pergi menghindarinya. Namun dia menarikku. Aku mencoba memalingkan wajahku, aku tak ingin dia melihat wajahku saat ini. ini memalukan.
            “aku tidak akan kembali padanya. Tidak ada dipikiranku untuk mencoba kembali padanya. Lihat aku, aku milikmu kau tahu..” katanya sambil menggenggam tanganku.
            Aku mencoba memalingkan wajahku, mencoba tersenyum. Tuhan, aku mencintainya, tapi ini menyakitkan.
            “kau milikku, aku tahu itu. Aku memiliki ragamu tapi aku tak miliki hatimu. Apa lagi yang harus aku lakukan agar aku dapat miliki hatimu. Semua usahaku sia-sia..” seketika aku berteriak dihadapannya. Aku tidak tahan lagi dengan perasaan ini.
            “kau tidak harus melakukan apapun. Aku yang salah. Aku yang bodoh, aku yang terlalu lama terjebak dalam masa lalu. Dan tak bisa keluar karnanya..” dia mencoba menjelaskan semuanya. Jujur, aku tidak bisa menerima alasan apapun darinya.
            Aku seperti orang bodoh yang dengan mudahnya di permainkan. Aku menarik nafasku dan memandangnya sekali lagi.
            “kejarlah.. dapatkan dia.. dan jangan lepaskan lagi..” kataku, dan pergi meninggalkannya.
            Entah apa yang dipikiranku saat itu, aku benci dengan pikiran dan perasaan bodoh ini. mungkin bodoh bila aku menangisi sesuatu yang telah menyakitiku. Tapi hal itu tidak bisa ku cegah, aku menangis. Tuhan, skenariomu ini sangat menyakitkanku. Aku tidak bisa bermain lagi. Aku menyerah...
***
“Skenario 17”