Jumat, 21 November 2014

Bait; langit sendu 'Lae'

Malam semakin larut, hanya suara jangkrik yang terdengar saat ini. Lae masih dengan kehidupan malamnya. Berkutat dengan layar laptop menyelesaikan resume yang sudah mengusik kehidupannya belakangan ini.
Wajahnya sedikit pucat dengan kantung mata yang kian menjadi. Dia menarik nafas panjang. Ah tangannya sedikit kaku. Dia beranjak dari kursi. Matanya melirik kearah lemari kaca penuh foto yang membuatnya berkaca pada masa lalu. Dia melihat wanita yang dia cintai bahkan dijadikannya dunianya. Cinta yang hanya dia rasa. 
Dia berkaca pada masalalu yang penuh sendu. Tangisan, lebam dipipi bahkan dihiasi makian. Ah dia benci laki-laki dengan wajah keras yang tersenyum saat merangkulnya.
"Ah aku muak!" Setetes air mata turun dipipinya.
"Ng- lae lu masih hidup jam segini?" Terdengar suara dari balik pintu kamar.
"Lu baru balik? Gile lo ya" kata lae seraya membuka pintu.
"Lembur, bos gue lagi diluar kota jadi gue yang ngerjain tugas dia selama dia pergi" kata asta sambil mengambil seputing rokok.
"Tuh makanan dikulkas lu panasin deh. Gue mau nerusin kerjaan gue" kata lae kembali menuju ke kamarnya.
Asta hanya menggangguk mengiyakan. Dia tau lae sedang gila-gilanya berada di depan laptop. 
Lae kembali duduk dikursi. Memandangi sejenak layar yang tak henti dihadapinya setiap malam. Matanya sedikit melirik kearah lemari kaca itu. Ia ingat betul kejadian 6 tahun yang lalu saat pipinya lebam membela wanita itu. Ia ingat betul saat itu sampai-aampai ia malu datang ke sekolah karena bengkak dipinya.
Kadang mencintai tak seperti ini kan? Wanita itu bilang bahwa cinta itu bahagia. Namun kali ini cinta uang dia lihat adalah cinta yang penuh sendu. Bahkan lebih pahit dari kopi hitam yang dibuatkan wanita itu untuk laki-laki itu.
Ia takut merasakan cinta jika semenderita ini.
"Tenanglah bu, sebentar lagi. Tunggu aku" sendu dimalam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar